WHV di Australia itu Kudu… (Balada WHV di Australia part 3)

Korupsi Umur!

Jangan pernah ngaku tua, karena kita sebagai ras Asia dikaruniai oleh muka yang lumayan awet muda ketimbang para bule (Kalo muke lo boros, errr… derita lo itu mah :p). Kadang bule suka bertanya pada saya, “Are you a student? Are you here with Student visa?” Yaaa, bukan salah gue dong ya, kalo saya iyain dan mereka percaya 😀 Sebagai WHV-ers berbudi pekerti luhur, umur saya yang berada di ambang batas ini suka merasa tuwir ketika melihat partner kerja saya kebanyakan berumur 20-25 (bahkan ada yang masih belasan tahun).

Yaaa, saya akuin memang agak telat bagi saya untuk mengikuti program WHV. Bagi orang-orang di Australia kebanyakan, umur-umur saya harusnya udah buka usaha sendiri atau–at least–udah punya posisi ok di kerjaan, bukannya lagi nyuci piring atau sikat-sikat WC. Maka dari itu saya selalu mengaku “I’m 23 y/o” setiap kali ditanya umur karena pernah sekali saya jujur menjawab dan respon salah satu co-worker saya adalah “Seriously, you’re xx y/o and you still do the dishwashing?”

—–Anyway, dua bos saya umurnya 27 tahun, bete nggak sih?—–

Nilai positif:  Seenggaknya sih lebih baik telat WHV daripada nggak nyobain sama sekali hihi. Siapa sih yang nggak mau kerja babu tapi gajinya setara manajer di tanah air. Umur is just a number lah ya :p

Manggil Bos dengan Namanya Langsung

Saya merasa sangat bangga menjadi orang Asia yang terkenal dengan etika santun dan penuh respek. Dari kecil saya sudah diajarkan untuk menghormati orang tua atau orang yang lebih tinggi posisi/ jabatan/ pekerjaannya dengan cara memanggilnya “Pak atau Bu”. Nahhh, begitu mengecap dunia kerja bersama orang asing, saya baru paham kalo saya nggak perlu ber-Pak-Bu-Sir-Ma’m-Mister-Misis ria setiap kali berinteraksi dengan orang,  terlepas berapapun umurnya atau gimanapun jabatannya.

Panggil aja namanya, nggak usah takut dipecat. Mau bos elo seumuran sama Eyang Buyut elo, mau bos elo kedudukannya setara dengan top 10 CEO. It’s common, biasa banget! Nggak perlu merasa terlalu kecil atau merasa rendah. Yang saya suka ketika berinteraksi dengan orang-orang ini adalah, mereka menjunjung kesetaraan alias equality banget. Kamu bisa memanggil namanya langsung, atau kalo misalnya udah akrab banget kayak saya dan si pak bos, kamu bisa saling manggil sweetheart atau honey, hihi.

Belajar Ngomong Jorok!

Nah this is the best part ever! Saya kebetulan dianugerahi dengan kerjaan seru, bos-bos dan co-workers yang nggak kalah ketjeh. Setiap kali bekerja, nggak pernah nggak, kita selalu berbalas umpatan seperti Fish you, Ashhowl,  Fork you, Syitt, Ford you, MotherFooker, Flood you, Dighead dan F word lainnya.

Jangan kaget dan jangan heran. It’s just something normal here. Yang nggak normal adalah kalo kamu merasa tersinggung. Yaaa, buat kebanyakan orang-orang disini, ungkapan-ungkapan di atas adalah ungkapan sayang yang menandakan bahwa you’re part of the family. Mereka perhatian dan sayang sama kamu dengan caranya sendiri. Jadi sekasar apapun mereka memanggil kamu, woles aja, don’t take it personally. I mean, welcome to Australia 😀

Punctual dan Penuh Tanggung Jawab

Ok, saatnya ngobrol serius. Bekerja di negara orang ritmenya beda banget sama bekerja di negara sendiri. Harus saya akui, saya suka kangen sama atmosfir kerja di kantor lama atau bahkan ketika membantu usaha keluarga. Kerjaan nyantai, bisa sembunyi-sembunyi chatting atau cek sosial media, dan bisa ngobrol haha-hihi sambil leha-leha cantik saat kerjaan nggak banyak.

But here, duh boro-boro leha-leha cantik. Kerjaan numpuk segambreng dan bakalan terus menumpuk kalo nggak segera diselesaikan. Saya hampir nggak punya waktu untuk menyenggol ponsel. Setiap kerjaan memaksa saya untuk fokus, tangan dan kaki terus aja aktif mengerjakan sesuatu tanpa berhenti. Yaeyalahh, elo dibayar perjam disini, tentunya setiap menit yang dihargai sedemikian dolar oleh bos elo ya bakalan dibebani dengan segambreng kerjaan yang berimbang.

Capek sih, tapi the good point is saya jadi lebih menghargai waktu. Kinerja kerja saya jadi sedemikian efektif dan efisien. Dan berat saya turun banyak tanpa perlu diet hihi. “Time is money” is for real here.


Baca juga kisah WHV saya disini:

Kerja di Australia Itu…

Siapa Suruh Datang Australia

Apply Work and Holiday di Australia

Siapa Suruh datang Australia? (Balada WHV part 1)

Nggak terasa yah ternyata saya sudah tinggal selama tiga bulan di Sydney. Dengan berbekal visa bekerja sambil berlibur yang berhasil saya peroleh dari pemerintah Australia, maka secara resmi kurang lebih satu tahun saya bebas melenggang keluar masuk benua kangguru dan bekerja mendulang pundi-pundi dolar kapanpun saya mau.

Ok, Kenapa Australia? Kenapa bukan negara yang lainnya?

Well, alasan teknisnya adalah hingga saat ini baru Australia negara satu-satunya yang mengijinkan warga negara kita tercinta nusantara untuk mengajukan permohonan aplikasi visa bekerja dan berlibur. Negara yang lain mah hanya mengijinkan kita untuk either punya visa bekerja atau visa liburan, nggak bisa combo keduanya.

Tetapi alasan yang paling utama kurang lebih begini… Saya sendiri sejak lama memang kepengin banget merasakan tinggal di negara orang. Maklum, namanya juga orang kampung, terkungkung di sebuah kota kecil membuat saya membangun impian besar. Australia was never in my mind before. Saya lebih memilih untuk tinggal di Perancis dengan segala gemerlap Paris, romantisme berikut sejuta cahayanya. Saya mati-matian kursus bahasa Perancis selama tiga tahun. Saya mengejar beasiswa sebanyak dua kali–yang kemudian ditolak berturut-turut dan membuat saya mendadak ilfil sama Perancis #sakit hati hahaha (nasib  kurang cerdas dan kurang sajen :()

Penolakan tersebut nggak lantas mengubur impian saya untuk merasakan “What is like to live outside Indonesia”. Saya sempat berangan-angan bersama sahabat saya untuk kabur ke Singapura dan diam-diam bekerja disana selama beberapa bulan. Saya juga mencari beberapa kemungkinan pekerjaan kantoran yang akan mengirim saya dinas keluar negeri sesering mungkin. Namun sayang seribu kali sayang, kayaknya Yang di Atas belum mengijinkan. Seolah pintu-pintu itu tertutup rapat. Saya malah hengkang dari Jakarta, kembali ke kampung untuk mengemban tugas keluarga dan mengurus usaha orang tua.

Yet God has another plan! Tahun lalu saya berkesempatan menjelajah beberapa kota di Australia dengan status pemegang visa Turis. Melalui teman saya yang lebih dahulu menjadi pejuang WHV saat itu, saya memperoleh banyak informasi seputar visa ketjeh tersebut, berikut pengalaman manis dan getir selama tinggal di Australia.

Oh my God, saya langsung mupeng! Cita-cita untuk merasakan serunya tinggal di luar negeri itu pun sontak berapi-api kembali.  Saya pun awalnya iseng mendaftar–walau iseng, tetep aja dong tiap hari ngecek jadwal interview sambil berharap nama saya segera muncul, hihi). Persyaratannya pun nggak terlalu ribet buat saya dan so far masih bisa diusahakan untuk dipenuhi. Saya ikuti prosedur yang diminta sampai akhirnya voila, permohonan visa saya dikabulkan. One full year Multiple Entry permit to work and holiday meluncur cantik di paspor saya.

Nahhhh, sekarang udah sampai di Australia, udah terwujud dong impian tinggal di negara orangnya. What next?

Namanye juga manusia yee, kagak ade puasnya! Begitu rencana pertama tinggal dan bekerja di luar negeri, other plans come up in mind.

  1. Hal utama yang membuat saya tertarik untuk tinggal sementara di Australia awalnya adalah mengeksplor negara-negara pulau di Pasifik (Fiji, Vanutu, Tonga, dll dkk). Kan kebetulan tetanggaan tuh Australia sama negara-negara tersebut. Tapi saya baru sadar, betapa ribetnya mengurus visa masing-masing negara–kecuali Fiji yang menerapkan VOA alias Visa on Arrival alias bisa bikin visa langsung di tempat dengan hanya membayar fee sejumlah tertentu. Belum lagi transportasi antar negara yang biayanya juauuuh lebih mahal ketimbang pindah-pindah negara di Eropa. Masa iya udah sampai di jantung Pasifik cuma mengunjungi satu negara. Duhh, this project terancam batal 😦
  2. Kepengin menulis buku ketiga tentang Australia (Berhubung saya kebetulan menulis serial perjalanan “I’m Not a Backpacker”, saya berniat mempersembahkan sebuah buku untuk pengalaman setahun di rantau orang ini). Tapi entahlah apakah bakalan terwujud nggak. Australia is a huge island. It’s a continent! Banyak hal menarik yang bisa dieksplor dan sayangnya destinasinya jauh-jauh dan minim transportasi murah.
  3. Selama tinggal di Australia, seperti para WHV-ers pada umumnya, saya bekerja gono-gini untuk mengumpulkan peser demi peser dolar. Nah begitu masa tinggal di Australia berakhir, rencananya saya kepingin ngetrip ke Amerika Selatan (Ini adalah my other biggest passion. Sudah lama banget saya  berangan-angan untuk mengunjungi negara latino-latina yang super seksi ketjeh ini.)

IMG_0023Parap Market di Darwin

So, kurang lebih demikianlah dirty little thing yang membuat saya pada akhirnya nyangsang terdampar di daratan kangguru sampai tahun depan. Intinya adalah, YOLO, You Only Live Once, dan WHV cuma bakalan hadir sekali seumur hidup elo–kecuali ada negara lain di masa mendatang yang juga membuka kesempatan WHV yah, hihi. Saya nggak mau ketika tua nanti impian “kampung” saya untuk tinggal di luar negeri nggak sempat terwujud dan membuat saya menyesal seumur hidup. Mumpung ada kesempatan, why not giving a try?

Ps. Baca juga yuk tulisan ketjeh teman-teman pejuang WHV lainnya disini:

  1. Irham Faridh Trisnadi, 5 Alasan Kenapa WHV di Australia
  2. Efi Yanuar, Merantau ke Australia
  3. Halil Abu Dzar Nahdi, Kenapa ke Australia, Lal?
  4. Rijal Fahmi Muhammad, Kenapa Saya Memilih Work and Holiday ke Australia
  5. Meidiana Kusuma Wardhani, Kenapa Pilih Tinggal 1 Tahun di Australia

Apply Work and Holiday Visa di Australia

Kamu masih berumur di bawah 30 tahun, segar dan kinyis-kinyis? Kamu pengen ngerasain suka duka tinggal dan bekerja di luar negeri selama satu tahun dengan legal? Kamu pengen ketjeh maksimal mosting foto ngopi-ngopi cantik di Australia kayak akoh? Yuk cus diintip info berikut ini 😀

Pemerintah Australia bekerja sama dengan Indonesia menawarkan sebuah program ketjeh bagi siapa aja yang pengen banget nyicipin hidup di rantauan. WHV alias Work and Holiday Visa, sebuah kesempatan yang diberikan buat kamu-kamu nggak sekadar untuk liburan di Australia selama setahun (kabarnya bakalan dieksten menjadi dua tahun), tetapi juga untuk bekerja secara legal! Kurang ketjeh apa coba, sambil nyelam minum koktail, sambil liburan mendulang dolar!

Setiap tahunnya sekitar 1000 peluang dibuka, which means kamu-kamu dan kamu emang bisa banget berangkat ke Roo continent, dengan catatan kamu memenuhi segenap persyaratan yang telah ditetapkan. Syaratnya nggak ribet kok, sumpih dih!

Syarat umum yang kudu diperhatikeun cuma:

  1. Saat apply visa, kamu belum berumur 30 tahun.
  2. Kamu punya endapan uang sejumlah AUD 5.000,- selama 3bulan atau lebih
  3. Kamu punya sertifikat IELTS dari lembaga tertunjuk dengan skor not less than 4.5
  4. Kamu sehat rohani dan jasmani

What’s Next?

  1. Mendaftar disini
  2. lengkapi dokumen yang diminta disini
  3. Mengikuti tata alur pendaftaran disini
  4. Rajin mengecek apakah nama kamu sudah muncul di jadwal wawancara ini
  5. Jika nama kamu sudah muncul di jadwal wawancara gelombang terbaru, bawa seluruh dokumen yang diminta dan menghadiri wawancara di Kantor Dirjen Imigrasi yang beralamat di Jl. H. R. Rasuna Said Kav.X-6 Kuningan-Jakarta Selatan atau di beberapa instansi/ kampus yang ditunjuk.
  6. Tunggu proses verifikasi dokumen hingga nama kamu muncul disini dan kamu menerima email berisi pernyataan dan attachment Surat Rekomendasi dari pihak imigrasi.

capture-20160329-152846

Terhitung paling lambat 30 hari setelah surat rekomendasi diterima, segera ajukan permohonan Visa Work and Holiday ke Australian Visa Application Center  (AVAC) dengan cara sebagai berikut:

  1. Melengkapi dokumen yang dipersyaratkan disini (kurang lebih sih sama dengan yang sebelumnya kita ajukan di kantor Imigrasi, plus tambahan Surat Rekomendasi yang baru kita terima)
  2. Mengisi formulir aplikasi disini
  3. Menyerahkan seluruh dokumen langsung atau mengirim dokumen ke kantor AVAC yang beralamatkan di Kuningan City Lantai 2 No. L2-19, Jalan Prof. Dr. Satrio Kav. 18
    Setiabudi, Kuningan, Jakarta 12940 Indonesia (jangan lupa sertakan yang asli untuk proses legalisir di tempat)
  4. Tunggu beberapa hari untuk memperoleh email dari pihak kedutaan berupa nomor HAP ID yang nantinya akan kita laporkan ke rumah sakit tertunjuk pada saat melakukan tes kesehatan
  5. Usai melakukan tes kesehatan, kita tinggal menunggu keputusan dari kedutaan, apakah permohonan Visa liburan sambil bekerja kita dipenuhi atau tidak. Hasil keputusannya akan dikirimkan melalui email berupa lampiran surat yang berisi data nomer Visa dan masa berlakunya
  6. Berangkat deh

Gimana, gampang, kan?

capture-20160329-153320