My Bitter Sweet Couchsurfing Experience!

Kalian familiar dong sama yang namanya Couchsurfing, situs jejaring sosial yang memperkenalkan konsep hospitality exchange di dunia traveling itu. Ya, sederhananya para anggota diharapkan saling memberikan tumpangan tempat tinggal kepada anggota dari kota/ negara asing yang kebetulan sedang berkunjung ke kota tempat tinggalnya. Alih-alih membayar sejumlah uang sebagai wujud terima kasih atas tumpangan yang diberikan, kepercayaan dijadikan modal utama para anggota untuk membuka rumahnya lebar-lebar bagi satu sama lain.

Couchsurfing (CS) tidak hanya membantu menekan pengeluaran akomodasi saat traveling. Sebagai ajang silaturahmi, dengan menginap di rumah warga lokal yang tahu betul dengan situasi dan kondisi kota yang ia tinggali, tentunya para anggota bisa saling memperkenalkan budaya masing-masing. Tuan rumah alias host bisa memberitahukan apa saja yang harus dan tak boleh dilakukan oleh para surfer (sipenginap), apa yang wajib dicoba, tempat apa saja yang direkomendasikan untuk dikunjungi dan berbagai โ€˜local stuffsโ€™ yang pantang terlewatkan.

capture-20180925-173509

Contoh referensi yang saya peroleh dari host yang saya tebengi

Sudah sekian kali saya menggunakan jasa CS ketika berpergian ke suatu negara. Berbagai karakter telah saya temui, dan beragam tempat tinggal sudah saya icipi. Sejumlah pengalaman yang mewajibkan saya untuk keluar dari zona nyaman juga untungnya nggak pernah memberikan saya rasa jera. I mean, siapa sih yang nggak mau ngetrip ke suatu tempat dan bersinggungan langsung dengan kearifan lokal? Mau nggak nyamannya kayak apa tempat yang saya inapi, selalu ada hal menarik yang sayang banget untuk dilupakan.

Yuk intip tiga pengalaman receh paling mengesankan yang saya alami bersama host-host CS tercinta di seluruh pelosok dunia:

Tasmania

David and Anne adalah host ketiga saya dalam sejarah per-CS-an. Sepasang kakek nenek bersahaja ini tinggal nggak jauh dari pusat kota Hobart, tepatnya di tepi sungai Derwent. Menghadap langsung ke gunung Wellington, rumah cozy tersebut mereka tinggali bersama dengan Golden Retriever tuanya yang bernama Samsung.

Saya nggak pernah berharap banyak ketika tiba di rumah mereka. Dalam benak saya, saya bakalan tidur di sofa ruang tamu seperti yang biasanya saya lakukan di rumah host-host sebelumnya. Saya bakalan belanja di grocery dan memasak keperluan pangan saya sehari-hari di dapur mereka. Dan saya bakalan nelangsa sendirian karena para host sibuk dengan rutinitas hariannya.

Ternyata saya salah besar pemirsa. Begitu tiba di rumah, Anne memeluk saya hangat sembari mengajak saya masuk ke salah satu kamar anaknya yang begitu nyaman. Saya langsung diajak ke ruang tamu untuk makan malam (berhubung saya tiba sekitar pukul enam sore). Dan makanan yang disajikan doooong, nasi putih dan sate ayam bumbu kacang! Ya, Anne seharian ternyata sibuk memasak nasi dan menyiapkan sate ayam tersebut khusus untuk menyambut saya. Katanya ia sengaja meng-Google salah satu resep Indonesia sebagai wujud apresiasinya terhadap tamu Indonesia pertamanya!

Nggak sampai disitu pemirsa, begitu David pulang dari kantornya, kami bertiga duduk di teras rumah menikmati tenangnya malam sambil mencicipi puding mangga yang Anne juga siapkan. Ditemani dengan secangkir teh herbal yang mengepul, kami mengobrol panjang lebar mengenai apa saja rencana saya selama di Tasmania hingga apa yang saya lakukan di Indonesia. Ya ampun, mimpi apa sih gueeee, ketemu host yang baik banget kayak mereka!

Iquitos, Peru

Perkenalkan Lali dan Jaker, sepasang suami istri yang tinggal di kota Iquitos, gerbang masuk untuk memulai petualangan sungai dan hutan Amazon. Saya beruntung berkesempatan untuk menginap di rumah mereka yang bersahaja, karena saya diijinkan tinggal di bekas kamar anaknya yang kini tinggal di ibukota Lima. Bukan soal kamarnya yang nyaman banget, rapi dan bersih atau keramah-tamahan Lali dan Jaker yang membuat pengalaman numpang kali ini luar biasa.

Begitu mengetahui saya bakalan menghabiskan waktu selama dua bulan di Amerika Latin, dan begitu mengetahui bahasa Spanyol saya masih sebatas apa kabar, terima kasih, berapa dan saya nggak punya uang, Lali dan Jakerโ€”terutama Laliโ€”langsung saja mewajibkan saya untuk berbahasa Spanyol selama lima hari saya tinggal di rumahnya. โ€œNo English at all! Try to speak, I will help youโ€, ujarnya galak.

Benar saja, setiap kali nongkrong bareng di teras rumahnya, Lali kerap menggunakan bahasa Spanyol berbicara dengan saya. Saya yang kewalahan berusaha untuk mencerna satu demi satu kata yang dilontarkannya secara perlahan. Lali juga sering mengajak saya ke pasar untuk menemaninya belanja. And you know what, sayalah yang ia paksa maju menghadapi sang penjual untuk membeli apa saja yang ia butuhkan. Saya harus berinteraksi dengan mbok-mbok penjual sayur, tawar menawar dengannya hingga Lali menganggap latihan saya cukup untuk hari itu.

Alhasil, bahasa Spanyol saya memang berkembang pesat. Lali dan Jaker membuat saya memperkaya kosakata dan membangun kalimat-kalimat sederhana. Sayapun semakin pede menghabiskan sisa waktu ke depan di kota-kota lainnya di Amerika Selatanโ€”ya minimal saya bisa memahami percakapan singkat seperti memesan makanan atau sekadar menanyakan arah dan menyimak penjelasan orang.

Oslo, Norwegia

Pagi itu saya dan dua teman saya baru tiba di depan apartemen host kami di Oslo. Namanya Kerling, seorang pria berdarah latin yang sudah lama tinggal daratan Norwegia. Pagi itu Kerling agak buru-buru dan terpaksa meninggalkan kami karena harus berangkat ke kantor. Sebelum ia berangkat, Ia menunjuk salah satu sudut ruang tamu pada saya dan yang lainnya seraya berkata, nanti malam kalian akan tidur di airbed di sisi yang ini. Sofa sudah di-occupied oleh empat orang asal Perancis yang sudah tiba sedari kemarin, sedangkan lantai sebelah sana bakalan dihuni oleh dua orang asal Jerman. Kalau jadi bakalan ada dua orang tambahan yang tiba larut malam dan mereka akan tidur di dapur.

Wait, wait, wait….

Saya dan dua teman saya saling melirik. Kami memandang berkeliling sembari menahan napas. Ruang tamu yang sempit ini bakalan dihuni oleh berapa orang tadi katanya?

โ€œOk, sampai sore nanti jika kalian ingin beristirahat, kalian bisa tidur-tiduran di sofa. Geng Perancis bakalan pulang tengah malam. Saya berangkat dulu ya guys. See you…โ€

Dan Kerling meninggalkan saya dan yang lain dengan muka syok. Membayangkan apa yang bakalan terjadi dengan ruangan mungil ini nanti malam saja membuat saya bergidik. Ya ampun, bagaimana mungkin ruangan ini dihuni lebih dari sepuluh orang!

Tanpa dikomando, saya dan yang lainnya segera menghidupkan ponsel dan membuka hotel search engine dan mencari kemungkinan penginapan murah untuk malam ini, walaupun dalam hati saya sangat pesimis kita bakalan memperolehnya. I mean, Man, Oslo gitu loh! Salah satu top three kota termahal di dunia. Kami mati-matian mencari host CS disini kan karena penginapan disini mahal jadah tarif permalamnya. Dari jauh-jauh hari saja kami kesulitan menemukan harga bersahabat, apalagi yang untuk menginap di hari yang sama?

Benar saja, penginapan termurah tarifnya sudah di atas dua jutaan untuk lebih dari dua orang. Melihat tarif yang tertera di layar ponsel, kami bertiga tertegun. Masalahnya saat itu Oslo adalah perhentian terakhir dari rangkaian trip sebulan kami berkeliling Eropa. Pundi-pundi keuangan kami sudah super menipis dan nampaknya sudah mustahil diperas lagi khusus untuk membayar penginapan di Oslo dua hari itu. Dengan tegar dan pasrah akhirnya kami memutuskan untuk tetap tinggal di rumah Kerling sambil berharap agar salah tiga atau salah lima dari surfer-surfer lainnya bakalan angkat kaki hari itu dan kami bisa tidur lebih leluasa.

Doa jelek memang nggak sudi Tuhan jabah, satu-persatu semua surfer tiba di ruang tamu. Kerling yang tentunya bakalan tidur nyaman di kamarnya sendiri mulai mengatur peletakkan air bed, karpet, dan bantal-bantal yang akan tamunya gunakan. Ruang tamu disulap layaknya barak pengungsian. Sofa panjang bersiku dijejali oleh empat orang sekaligus, area sempit lantai terdekat sofa digelari karpet dan dihuni langsung oleh dua gadis remaja, sebuah airbed berukuran queen size melembung syahdu dan dialasi seprei untuk dibaringi oleh saya dan dua teman saya. Plus satu lagi airbed single dan satu sleeping bed digelar di ruang dapur menanti kedatangan dua tamu lainnya.

Malam itu, seisi kamar nggak henti-hentinya tertawa dan mengabadikan momen bersejarah tersebut. Kelihatannya sih bukan cuma grup kami yang pertama kalinya menginap dengan jumlah surfer tiada tara seperti ini. Yang lainnya juga syok mendapati kenyataan getir yang kami alami tengah malam itu.

Ada Drama di Bandara (Shit Happens, Part Two)

Bagi banyak orang, bandara mungkin hanya dijadikan tempat pertemuan dan perpisahan dimana kenangan yang berkutat biasanya nggak jauh-jauh dari lambaian tangan dan punggung yang beranjak pergi atau pelukan yang hangat menyambut dan tawa rindu yang lepas menggelak. ย Selain itu banyak orang juga yang merasa nggak ada kisah istimewa yang terjadi di bandara karena bandara hanya pijakan singkat sambil lalu sebelum beranjak ke tujuan berikutnya.

Namun lain halnya dengan saya, bandara justru punya sejuta drama yang senantiasa mengakar di dalam ingatan. Lebih dari sekedar tempat mengucap selamat datang dan sampai ketemu lagi, ย bandara merekam beragam kisah dan perasaan. Bandara menjadi setting tempat yang nggak kalah penting dibanding obyek wisata proper lainnya dalam petualangan yang saya lakukan.

Pengin tahu drama-drama apa aja yang sempat menjadi bumbu “pemanis” perjalanan saya?

Salah Bandara

Alkisah, saya adalah seorang traveler slordehh. Begitu cerobohnya saya, saya sering kepedean mempercayakan intuisi saya yang terkadang masih perlu dicek dan ricek keabsahannya. Begitulah, pada suatu ketika di sebuah kota bernama Bangkok, saya memesan shuttle bus bandara melalui travel agent. Karena terbiasa menggunakan maskapai Air Asia yang beroperasi di bandara Don Mueang, tanpa melakukan pengecekan tiket terlebih dahulu, saya langsung memesan shuttle bus ke Don Mueang Airport.

Singkat cerita, esok paginya, saya sudah berada di dalam minibus. Dengan santai saya melirik jarum jam tangan saya dan bergumam pelan “Duh mo ngapain dulu, ya. Masih dua jam lagi sebelum boarding”. Saya pun merencanakan untuk sarapan di salah satu kafe, lalu membeli sejumlah oleh-oleh di mini market sebelahnya, lalu baru cek paspor ke loket imigrasi.

Setibanya di bandara Don Mueang, saya baru merasakan firasat nggak enak. Entah kenapa, saya mendadak ragu. Eh beneran terbang dari Don Mueang apa Swarnabumi ya? Pesawat yang gue pakai Air Asia kan? Eh Air Asia apa bukan ya dulu mesennya? Duh kenapa baru sekarang kepikiran gini sih. Segera saya ambil dari tas, carikan kertas berisi reservasi tiket saya. Saya buka dengan peuh deg-degan, berharap saya memang sudah berada di bandara yang tepat.

Dan benar pemirsa, saya salah bandara!! Pesawat yang akan saya gunakan adalah Jetstars, dan Jetstars berangkat dari bandara Swarnabumi! Tergesa-gesa saya langsung keluar bandara, menyetop taksi sambil mengawasi detik demi detik yang berlalu. Waktu yang saya miliki tinggal satu setengah jam untuk segera tiba di Swarnabumi bro! Untunglah, meski sempat ketar-ketir karena terjebak macet, saya tiba di Swarnabumi dan masih diterima check in. Nggak kebayang apabila saya harus ketinggalan pesawat dan membeli tiket baru, padahal uang yang saya miliki sudah menipis walsekarat.

Saya mungkin “selamat” di Bangkok. Namun pengalaman salah masuk bandarapun terulang kembali beberapa tahun kemudian, meski kali ini bukan murni kesalahan saya. Jadi suatu sore di Rabat, Maroko, saya berencana ke bandara untuk melanjutkan perjalanan saya ke kota Roma, Italia. Berbekal info dari masyarakat setempat, sayapun terdampar di stasiun kereta menuju bandara. Pantang melakukan kesalahan yang sama seperti yang pernah saya lakukan dulu, sayapun mengecek segala sesuatu, mulai dari tiket kereta, sampai berkali-kali memastikan ke petugas kalau saya sedang menunggu kereta yang tepat di peron yang tepat.

Keretapun tiba. Dengan penuh keyakinan, sayapun menuju gerbong dan tempat duduk sesuai yang tertera pada tiket. Seketika kereta berangkat, dan dengan penuh rasa syukur saya ucapkan terima kasih pada Maroko yang telah memberikan pengalaman perjalanan yang luar biasa.ย Perjalanan kereta memakan waktu sekitar satu jam, namun yang ada dalam benak saya saat itu hanyalah, “Bandaranya jauh banget ya? Naik kereta aja satu jam. Gimana naik bus?”

Singkat cerita lagi, saya sampai di bandara. Saya keluarkan kertas bookingan penerbangan saya dan menuju layar pemberitahuan penerbangan untuk mencari tahu pesawat yang saya tumpangi ada di terminal berapa. Saya cek dengan teliti satu persatu daftar penerbangannya di salah satu terminal dan saya nggak menemukan jadwal keberangkatan saya. Masih berusaha stay positive,ย  saya berjalan menuju layar yang lain lagi di ruangan lain.

Masih nggak ada! Saya bahkan nggak menemukan keberadaan konter maskapai yang akan saya gunakan. Nah loh kok bisa, sih? Kian gusar, saya segera menuju meja informasi dan bertanya pada petugas disana. Dengan seksama mereka mengecek kertas reservasi saya sebelum kemudian salah satunya mengernyit dan melempar tatapan heran.

“Loh, bapak ngapain kemari? ujarnya.

“Loh, kok nanyanya gitu?” Saya ikutan bingung.

“Penerbangan bapak kan dari Rabat, ngapain kemari?”

“Loh, ini dimana emangnya?”

“Ini Casablanca, Pak?”

JDENGGGGG! Otak saya ngeblank. Saya berusaha mencerna ucapan simbak. Casablanca? kenapa saya bisa sampai di Casablanca? Saya tadi kan beli tiket keretanya dari kota Rabat, kenapa saya malah dikasih tiket menuju bandara Casablanca? Ibaratnya elo beli tiket bus damri dari stasiun Gambir dengan tujuan Bandara ya logikanya elo bakal naik busย eitherย ke Bandara Soekarno-Hatta atau ke Halim Perdanakusuma, bukannya tiba-tiba naik bus ke Hussein Sastranegara yang jelas-jelas ada di kota yang berbeda.

Saya tahu, mengomel habis-habisan ke si mbak nggak akan berguna karena ini bukan kesalahan mereka. Oleh karena itu saya coba menenangkan diri dan menanyakan apa alternatif tercepat untuk tiba di Rabat dan mengejar penerbangan saya. Si mbak hanya bisa memasang muka menyesal. Katanya, perjalanan dari Casablanca ke Rabat memakan waktu paling cepat satu jam dengan menggunakan taksi. Saya hanya punya waktu satu jam sebelum boarding, yang berarti mustahil bagi saya untuk mengejar penerbangan karena saya belum check in sama sekali.

Solusi satu-satunya hanyalah beli tiket baru!

Kaki saya melemas, perlahan saya tinggalkan meja informasi, duduk dengan wajah kusut masai penuh depresi membayangkan berapa harga tiket yang harus saya bayar untuk penerbangan berikutnya. Bayangin betapa nyeseknya, elo punya waktu satu jam sebelum terbang, tapi elo bahkan nggak bisa terbang karena elo berada di bandara yang salah berkilo-kilo meter jauhnya.

Tiket termurah untuk angkat kaki dari daratan Afrika Utara ini baru ada dua hari ke depan. Sedangkan tiket-tiket lainnya bertahan di atas angka dua jutaan. Saya nggak punya pilihan selain eksten tinggal di Maroko. Dengan segenap rasa kesal tercurah, sayapun kembali ke kota Rabat, mencari losmen yang paling murah dan menghabiskanย extra time yang harus saya terima.

Ps. Sampai saat ini saya masih bingung kenapa petugas kereta tersebut meng-issuedย tiket kereta dengan tujuan bandara Casablanca.

Salah Jadwal Terbang

Pagi itu, bandara domestik Tulamarine Melbourne sarat akan hiruk-pikuk manusia. Nggak cuma para penumpang dan pengantar, petugas darat bandara dan awak pesawatpun hilir mudik memadati ruangan. Itu seharusnya menjadi pagi terakhir saya di Melbourne sebelum bertolak ke Tasmania, pulau terbesar kedua di Australia. Ya, “seharusnya!”, sebelum akhirnya kecerobohan saya kembali berbuat ulah.

Karena kepagian, saya harus menunggu sekitar empat jam sebelum jadwal keberangkatan. Dengan tenang, saya duduk di lantai sambil mengisi daya baterai ponsel dan mengecek sosial media untuk membunuh waktu. Menunggu sambil menahan kantuk selama empat jam menjadi waktu lumayan lama, terlebih lagi setelah malam sebelumnya saya nggak beristirahat dengan nyenyak karena takut telat ke bandara dan ketinggalan pesawat.

Perlahan tapi pasti, akhirnya waktu menunjukkan tinggal dua jam lagi sebelum boarding. Saya bangkit berdiri setelah mencabut charger ponsel dan menuju antrian menuju loket maskapai yang saya akan tumpangi. Santai, saya ambil kertas reservasi dan saya siapkan paspor saya untuk pengecekan dokumen.

Antrian demikian panjang, sayapun iseng membaca-baca ulang isi kertas reservasi penerbangan saya. Dan saat itulah tenggorokan saya mendadak tercekat. Keringat dingin mengalir di pelipis seiring dengan gemetar tangan saya saat meraih ponsel untuk memastikan sesuatu. Sejurus kemudian mata saya tertuju pada tanggal hari itu.

Astaga! gue baru berangkat besok! gue salah tanggal!

Andai saya adalah warga Melbourne, saya bisa dengan mudah kembali ke kota dan kembali ke bandara esok harinya. Sayangnya saya adalah turis, dan saat itu uang yang miliki nggak mengakomodir plan B untuk tinggal semalam lagi di Melbourne (Berdasarkan pengalaman saya beberapa hari sebelumnya, sangat sulit untuk go show danย memperoleh kamar dormย termurah. Biasanya mereka hanya akan menawarkan kamar-kamar privat yang harganya suangatt muwahalll–kamar dorm aja seorang 30 Dolar bung, apa kabar kamar privat?). Belum lagi perjalanan Bandara-pusat kota memakan waktu sekitar satu jam lebih, dengan tiket bus yang nggak kalah bikin gondok (18 dolar sekali jalan Bro!).

Dengan berat hati saya akhirnya putuskan untuk stay di bandara sampai esok hari. Saya habiskan 24 jam yang saya miliki dengan berbagai kegiatan nggak jelas, mulai dari tidur, online, tidur, keliling-keliling cuci mata, tidur, keliling lagi, makan, online, tidur dan seterusnya. Beberapa teman menyarankan agar saya kembali ke kota aja dan menginap di tempat mereka. Tapi membayangkan saya harus balik lagi ke pusat kota dan bangun pagi lagi besok untuk berangkat ke bandara, saya langsung mual. Ok, mendingan di bandara aja sampai besok…

Diusir Tengah Malam Buta

Bandara adalah my other home sweet home.ย Dalam setiap perjalanan saya, hampir bisa dipastikan nggak pernah ada satu kalipun saya nggak menyempatkan diri untuk menginap disana–entah di bandara dalam negeri ataupun di bandara negara lain. Selalu ada satu malam saya luangkan untuk menghabiskan malam panjang terlelap setengah hati di atas deret bangku panjang ruang tunggu kedatangan, ataupun di atas lantai di pojok lorong tertentu. Biasanya hal ini saya lakukan setiap kali saya memiliki jadwal penerbangan pagi. Selain untuk menghemat pengeluaran penginapan ataupun taksi, tentunya saya bakalan terhindar dari keterlambatan sampai di bandara atau bahkan ketinggalan pesawat.

Demikianlah, di bandara salah satu pulau paling ngeheits di dunia bernama Ibiza, saya tiba sekitar jam delapan malam. Saya bermaksud untuk menginap disana karena saya harus terbang ke Madrid keesokan harinya jam tujuh pagi. Saat itu bandara masih riuh oleh manusia-manusia yang akan berangkat dan yang baru saja tiba. Sejenak, saya berkeliling cuci mata melihat-lihat beberapa toko yang menjual souvenir khas Ibiza. Saya beli beberapa helai kaus dan magnet kulkas yang sedang diobral di salah satu toko.

Usai berbelanja, saya berburu tempat tidur yang aman dan nyaman, bebas dari keramaian. Saya memutuskan menjadikan deretan bangku panjang di salah satu ruang tunggu kedatangan sebagai “kamar mungil” saya malam itu. Saya atur ransel menjadi bantal kepala dan syal sebagai selimut. Mata terpejam dan dalam hitungan menit sayapun terlelap.

Lagi enak-enaknya tidur, saya merasa ada orang yang mengguncang-guncang tubuh saya. Dengan masih mengantuk, saya memaksakan diri membuka mata. Ada apa sih?!

“Que tal–Ada apa ini?” Seorang satpam berkumis dan berbadan tegap melotot di hadapan saya.

Dengan sempoyongan, saya mengambil paspor dan boarding pass dari tas, sambil berusaha menjelaskan dalam bahasa Inggris. “Saya ada jadwal penerbangan besok pagi. Saya mau menginap semalam saja disini.”

Satpam itu memperhatikan tiket yang saya sodorkan. Masih dengan ekspresi galak, dia meninggikan suara. “Kamu nggak bisa menginap disini. Bandara sudah tutup. Kamu datang lagi saja besok pagi!”

Maksud loe???

“Saya harus tidur dimana? Kota kan, jauh banget dari sini. Jam segini sudah nggak ada bus,” sahut saya dengan suara nggak kalah kencang.

“Kamu bisa pergi ke kedai kopi di luar sana. Tunggu disana sampai pagi!”

Saya mengernyit kesal. Mendengar kata kafe, saya membayangkan akan tidur dalam posisi duduk, berbantal tangan yang dilipat di meja. Saya lagi pengin rebahan. Tidur dalam posisi wajar, bukan sambil duduk!

“Nggak bisa tidur sebentar disini? Sudah jam setengah satu dini hari juga. Sebentar lagi kan pagi, Pak?” bujuk saya.

Si bapak menggeleng datar. “Tidak bisa!”

Dengan perasaan kesal dan mengantuk, saya kemasi barang-barang dan mengikuti satpan itu keluar. Saya menunjuk halte bus yang masih terletak di area bandara sambil memohon untuk terakhir kalinya.”Bagaimana kalau disana?”

“Tidak boleh tidur di area bandara!” Si bapak nggak kalahย kekeuh.

Bak tereliminasi dari kontes nyanyi di TV, saya melangkah gontai meninggalkan pelataran bandara. Dengan terkantuk-kantuk, saya seret kaki ini sambil menggerutu sebal. Satpam sialan! Niat hati pengin berhemat biaya penginapan, malah apes diusir keluar tengah malam buta. Saya terus berjalan sambil celingak-celinguk mencari spot yang memungkinkan untuk tidur. Tapi setelah berjalan jauh lebih dari satu kilometer, saya makin jarang menemukan bangunan. Semua hanyalah lahan gelap dan sunyi. Kota terasa begitu jauh, cahaya lampu keramaian juga sama sekali tidak terlihat. Benar-benar seperti terdampar di antah-berantah.

“Ibiza! elo jahat banget sih sama gue!” umpat saya untuk kesekian kalinya…ย (tobe continued)

Mau tahu kelanjutan kisahnya? Yuk temukan di buku HOLA SPANYOL yang sudah beredar di toko-toko buku terdekat di kotamu ย #ujung-ujungnya jualan, hihi :p

Holla Sepanyol_C_R (1)

Traveling Buat Apa?

I travel to find a better ME

Ada sejumlah alasan yang membuat seseorang mendadak filsufpacker. Entah karena kenangan masa lalunya yang begitu mengecewakan, entah karena kehampaan yang ia tengah rasakan, entah karena baru saja menyaksikan kejadian yang membuatnya tercengang, entah juga karena ia mengidolakan sosok seseorang yang menginspirasi kehidupannya. Yang begini biasanya memaknai segala hal demikian khusuk dan sarat nilai filosofis. Hari-hari yang ia lalui sepanjang perjalanan membuatnya mengimani bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Detail-detail yang ia jumpai, pahit-manis yang ia rasakan, ragam wajah dan karakter yang ia baru kenal menempa pribadinya sehingga ia mengamini bahwa ia telah “lahir baru”. Orang-orang semacam ini biasanya memang mengalami transformasi diri. Kita akan menemukan dirinya yang berbeda dibandingkan dulu sebelum melakukan banyak perjalanan.

I travel just because I want to

Nggak pakai ribet, nggak pakai drama, nggak mau pusing dengan segala tetek bengek bernama filosofi hidup dan alasan menye-menye lainnya. Yang ia pikirkan adalah, I need a short escape, gue butuh liburan, gue mau menenangkan pikiran, gue mau having fun, gue mau entertain my self. Dia nggak butuh benturan masalah hidup pelik yang membuatnya melarikan diri dan mencari makna hidup hakiki. Dia nggak butuh perenungan malam dan pagi bersama secangkir kopi. Dia nggak perlu menjadi peka terhadap sekeliling karena dia sedang nggak butuh pelajaran hidup. Kalau kamu bertanya padanya, ngapain ngetrip, dia bakal jawab, ya lagi pengen aja. titik.

I travel to race

Nggak sedikit orang-orang yang punya pandangan demikian. Berlomba-lomba mengkoleksi jumlah negara, mencatat daftar been there done that, dan menjadi seorang pejalan yang lebih wah dibanding yang lainnya.  Semakin banyak jumlah negara yang dikunjungi dibanding teman-teman lainnya, maka semakin merekah dan berbunga-bunga perasaan mereka. Ada semangat kobaran persaingan ingin berusaha menandingi yang lainnya. Ada perasaan ingin lebih dulu pernah kemana, lebih dulu melakukan dan memperoleh apa, lebih dulu menjadi yang terbagaimana. Well this is natural, bukankah manusia diciptakan dengan ego ingin lebih unggul? Nggak ada yang salah dengan perasaan ini. Dalam lingkup kerja aja orang-orang bisa bersaing ingin lebih baik dari yang lain, demikian pula dalam dunia traveling ๐Ÿ˜€

img_3074

I travel to explore

I am a true adventure. I love nature. I love culture and art. I love to meet locals and mingle with them. I love to find something I never knew before, I’m not afraid of stranded in the middle of nowhere. I dare to challenge my self fulfilling my curiosity. Gue traveling karena gue pengen memperkaya khasanah pengetahuan dan pengalaman hidup. Begitulah kira-kira yang ada di kepala para petualang sejati ini. Fokus mereka hanya satu, bagaimana obyek wisata dan segala kekayaannya mampu menciptakan sensasi perjalanan yang luar biasa tak terlupakan. Mereka berani mengambil resiko menyusuri sudut terdalam dan titik terjauh demi memuaskan hasrat bertualangnya.

I travel because err that’s my job

Kata orang, pekerjaan mobile yang mengharuskan orang berpindah dari satu tempat ke tempat lain adalah salah satu dream job yang banyak orang idamkan. Udah jalan-jalan gratis, masih dibayar pula! Siapa yang nggak mau? Ada banyak pekerjaan yang mewajibkan orang-orang untuk mengunjungi kota anu atau negara anu. Ada yang bekerja sebagai pemandu wisata, ada yang bekerja sebagai jurnalis dan reviewer, ada yang sekedar perjalanan singkat kantor, dan masih banyak lagi lainnya. Namun bagi saya pribadi dan pastinya bagi sebagian besar orang, apapun jenis pekerjaannya, terkadang jalan-kalan untuk kerja itu tentunya nggak se-wild and fun apabila kita murni jalan-jalan untuk plesiran.  Ada sederet batasan ruang waktu, kondisi dan norma tertentu yang mengekang. Maybe you make a report on the terrace of Maldive floating resort. That might look fancy… but again, lo lagi kerja bro, bukannya lagi leyeh-leyeh santai doing nothing ๐Ÿ˜€

I travel because you do too

Seseorang juga bisa menjadi alasan utama mengapa seseorang memutuskan untuk menjadi seorang pejalan. Bisa jadi orang itu adalah orang yang ia sayangi sehingga ia hanya ingin tetap bersama kemanapun dimanapun. Bisa jadi orang itu adalah orang yang ia kagumi sehingga ia merasa terinspirasi oleh perjalanan-perjalanan yang orang itu lakukan. Bisa jadi orang itu adalah orang yang ia benci dan ingin ia sejauh mungkin hindari. Bisa jadi orang itu adalah orang yang berada nun jauh disana dan ia ingin hampiri.

img_5534

 

RESOLUTION 2016?

Kalo udah menjelang penghabisan tahun, emang paling kekinian ngomongin soal “what’s your resolution?” Ibarat kewajiban, kita harus make a wishย pada saat count down menuju detik pergantian tahun, entah sebenernya emang punya harapan dan cita-cita ke depannya atau err… sekedar ikut-ikutan biar nggak kalah ketjeh sama para “end year resolution maker” lainnya, hihi.

–Dan gue kebetulan termasuk yang ikut-ikutan dong, haha–

Nah, 2015 ini, dua pencapaian besar yang saya idam-idamkan sejak lama udah tercapai. My Before 30y/o Goalย benar-benar terpenuhi tepat saat hampir menanjak ke usia 30 (Dah tuwir juga ya, Bro :p), yakni melihat buku sendiri dipajang di toko buku dan nyobain kerja ke negeri orang. Tuhan selalu baik sama anak nggak soleh ini. Selain buku saya yang lolos terbit oleh sebuah penerbit besar, berselang nggak lama dari itu saya beroleh kabar bahwa permohonan pengajuan visa “Kerja sambil Liburan” ke Australia selama setahun dikabulkan oleh Kedutaan, hihi. Bener-bener ngerasa kayak the luckiest person in the world!

Ok, two big dreams has just been achieved, then what?

Oh, jangan sedih, itu baru permulaan dari mimpi-mimpi liar lainnya. Jadi setelah mengetahui kalo Tuhan itu baiknya kelewatan bgt dan nggak pernah ingkar janji (duh, ginian aja gue mendadak jadi relijius :p), gue pun mencoba lebih berani lagi untuk mengeset another bigger and wilder bucket list! Instead of making yearly resolution, saya memutuskan untuk merapel semua resolusi ke dalam satu paket ย combo bernama

“5 Before 50”

Kalo kemarin aja Tuhan ngebantuin saya achieve my before 30y/o bucket list tepat menjelang deadline, 5 before 50 ini seharusnya nggak akan susah la ya. I mean yaaa, 20 years to go mah masih bisa dikejar dan diusahakan untuk mewujudkan 5 daftar permintaan yang terdengar sedikit… “DUH NGIMPI KALI LU”. Eitss, setiap orang berhak buat bermimpi, kan? Sesuai dengan moto saya, “Think Big, Dream Bigger!“(unless nyawa gue expired sebelum waktunya, lain lagi ceritanya, hihi).

Yap, saya lebih pede dengan resolusi jangka panjang ketimbang resolusi tahunan yang biasanya selalu meleset karena satu dan lain hal. Well, hidup nggak usah ngoyo-ngoyo lah ya, keep fighting yet go with the flow.ย So, without further due, saya persembahkan my 5 Before 50 Resolution…

  1. Menyambangi 5 Benua (Thank God, sekarang udah 4) dan 50 Negara
  2. Nulis 50 buku (kesampaian ga ya? haha)
  3. Mengunjungi 5 negara yang kemerdekaannya nggak diakui dunia (Lets say, Nagorno Karabakh, Abkhasia, Crimea etc etc)
  4. Pantang mati sebelum ke Timbuktu
  5. Mengelarkan 7 Keajaiban Alam Dunia yang tersisa (sisa 4 nih)

resolisi

Empat negara baru yang saya kunjungi selama 2016, Australia, Italia, Vatikan, Marokoย 

 

 

 

 

 

 

 

Harap Maklum, Elo Sedang Menginap di Dorm!

Untuk menyiasati pengeluaran selama ngetrip, terkadang para traveler–khususnya solo traveler–lebih memilih untuk menginap di asrama berbunk-bed (ranjang susun) yang harganya bisa jauh lebih murah ketimbang mem-book kamar private. Namun ada beberapa hal yang suka bikin shock, terutama bagi kamu yang terbiasa menginap di private room, dimana fasilitas kamar yang memadai menjamin kenyamanan selama menginap.

IMG_1682

Kalo beruntung ya bisa nemu dorm cakep kayak gini. Tapi kalo lagi apes ya nemu yang keadaannya mirip barak pengungsian

Ya, banyak hal yang akan kamu temui ketika kamu menginap di dorm room. Salah satunya ya point-point yang bakalan saya jabarkan di bawah ini ๐Ÿ˜€

1.Bule suka tidur almost naked, alias ampir telanjang. Sering banget saya temui setiap malam mau tidur, tiba-tiba teman-teman bule yang sekamar dengan saya–nggak laki-laki nggak perempuan–melepas seluruh pakaian yang dikenakannya, menyisakan beha atau sempak aja. Awal-awal sih ya saya agak shock dan risih melihat undies-undies wara-wiri di dalam kamar. Tapi lama-lama ya jadi ketagihan… eh maksudnya terbiasa dan ketularan tidur ber-telenji ria karena isis, hihi

2.No privasi! Satu dorm bisa berisi sampai 10-20 orang dan elo ngarep privasi elo nggak keganggu? Hellawww!! Jangan harap! Namanya juga shared room, ya kamu harus maklum kalo segala aktivitas kamu terkadang mengundang perhatian orang lain. Kamu juga harus maklum meladeni room mate yang ngajak ngobrol ketika sebenarnya kamu lagi males berinteraksi. Kamu nggak bisa ngomel kalo seisi kamar berantakan, tas pakaian dan sepatu berserakan di lantai.

3.Rebutan colokan! Kalo lagi apes nemu penginapan yang super pelit bin mreki, kamu bakalan cuma menemukan satu atau dua colokan listrik yang disediakan untuk mengakomodir 10-an orang di kamar.ย Ini yang paling sering saya alami, terpaksa rebutan colokan listrik tiap malam. Bayangin aja, saya kan harus ngecas ponsel dan kamera. Kalo satu gadget ngecasnya memerlukan waktu sekitar ย satu jam, maka saya harus duduk manis nungguin itu colokan sampai casannya penuh. Bukan gimana-gimana sih, selain jaga-jaga supaya nggak diambil orang, kadang room mate suka lancang mencabut colokan casan kita dan gantian ngecas, padahal dayanya belom juga keisi setengah.

4. Kudu lebih ekstra dalam menjaga barang bawaan.ย Meski tiap kamar dorm selalu difasilitasi dengan loker-loker berpengaman, tapi nggak ada salahnya bila kita tetap waswas dalam menjaga semua bawaan kita. Terkadang karena malas membuka tutup loker, kita menggeletakkan ponsel, kamera, dompet hingga tas selempang begitu saja di atas kasur. Terkadang karena udah terlalu akrab dengan seisi dorm, kita memperlonggar kewaspadaan dengan membiarkan barang berharga tersebut berceceran begitu aja. Dan yang paling kebiasaan nih, kita suka ngecas gadget kita menjelang jam tidur di malam hari dan membiarkannya tergeletak tanpa pengawasan. Well again, it’s not a private room, anything could possibly happen kan?

5. Bed bugs!!ย Ada harga ada rupa. Mau ngarep apa sih dari penginapan ala barak pengungsian dengan 10 buah ranjang tingkat berderet dalam satu ruangan? Kalo kamu lagi sial, salah memilih penginapan, kamu bakalan menjumpai bed bug alias kutu busuk alias kepinding dan keroco-keroconya yang terkadang suka berkeliaran di sela-sela kasur bunk-bed. Siap-siap aja tidur nggak nyenyak karena digigitin semaleman sama makhluk-makhluk keparat tak berperiseranggaan tersebut. Menurut saya, they are worse than mosquitos. Bekas gigitan mereka terasa membakar plus gatal luar biasa di kulit, menyebabkan bentol yang biasanya lebar kemerahan. Pokoknya baca bener-bener review penginapan yang mau kamu pilih sewaktu ngetrip. Jangan sampai nemu penginapan yang dormnya penuh dengan kritikan “bedbugs are everywhere!!”

Sindrom Traveler Kekinian

Tergelitik dengan jargon “Kekinian”, saya sempat terpikir sebuah hal. Kalau semuanya sekarang dikemas serba kekinian, berarti ada juga dong istilah Traveler Kekinian?ย Ya, Traveler Kekinian alias traveler yang juga tetap alert dengan perkembangan trend dari waktu ke waktu! Kegiatan jalan-jalan baik ala backpack atau koper yang semakin diminati oleh berbagai kalangan ini ternyata nggak bisa dipungkiri eksistensinya juga semakin ingin diakui oleh khalayak ramai. Dan beruntungnya media sosial sangat mengakomodir cita-cita luhur ini, sehingga para traveler kekinian kian menjamur dan mewabah, termasuk saya yang sempat terjangkit gejala serupa.

Nah berhubung saya juga masih didiagnosa terserang penyakit Traveler Kekinian, berikut saya coba bagikan beberapa sindrom yang biasa diderita oleh para traveler kekinian. Semoga bermanfaat ย ๐Ÿ˜€

1. Posting foto boarding pass sebelum boarding di Bandara. Jangan lupa mempinned lokasi Bandara dan sedikit status pendek anggun nan misterius seperti “Bismillah…” atau “Tiba saatnya” atau “Another escape” atau “Menghilang”.

11038116_761983360587508_6769893927271481185_n

2. Pastikan check in current location di FB, Path atau Foursquare begitu lampu tanda kenakan sabuk pengaman dimatikan dan siap2 keluar pesawat. Antrian keluar pesawat kan lumayan lama. Yaa lumayan lah begitu sampai di dalam gedung bandara udah dapet dua-tiga like.

3. Foto sebagian anggota tubuh aja (kaki doang atau punggung doang misalnya) biar memunculkan efek efek misterius nan dramatis. Kamu bisa foto jemari kakimu yang menghadap tepian bibir pantai, atau mungkin siluet tubuhmu di antara jingganya mentari terbenam. Dijamin deh foto yang beginian lebih mendulang banyak like ketimbang plekk plekk muka kamu 150% jelas dan nggak fotogenik itu nampang di frame.

cimg34581

4. Posting foto berkala setiap kali pindah lokasi wisata, lengkap dengan hashtag super berderet yang kekinian ala ala seperti โ€ช#โ€Žootdโ€ฌ โ€ช#โ€Žinstatripโ€ฌโ€ช#โ€Žunforgettabletripโ€ฌ โ€ช#โ€Žtripbarengsidiaโ€ฌ โ€ช#โ€Žweekendgetawayโ€ฌ โ€ช#โ€Žttdjโ€ฌ โ€ช#โ€Žrpulโ€ฌ โ€ช#โ€Žugdโ€ฌโ€ช#โ€Žgbhnโ€ฌ โ€ช#โ€Žuud45โ€ฌ โ€ช#โ€Žppknโ€ฌ โ€ช#โ€Žlkmdโ€ฌ โ€ช#โ€Žpspbโ€ฌ

5. Berkunjung ke tempat makan yang paling ngeheitz nan paling rekomen dan berfoto tidak hanya dengan signature dishnya, tapi juga kalo bisa dengan pemiliknya. Kamu nggak perlu memesan banyak menu. Pesan makanan paling rekomen atau yang paling kekinian, meski mahalpun kamu bisa bayar patungan. Yang penting bisa nggak kalah ngeksis sama selebtwit dan selebgram lain yang juga pernah makan disini.

10413408_762706170515227_677222694318456036_n

6. Berfoto di depan tempat tempat wisata paling keren dan paling mahal-meskipun nggak perlu masuk. Yang penting foto dan upload di sosmed. Kadang sayang rasanya buang uang banyak untuk sekedar masuk ke tempat-tempat berkarcis mahal. Well, people doesnt need to know isi di dalamnya kan? Yang penting ada foto bersama landmark atau ikon tempat itu plus kallimat penunjang foto seperti “seru banget disini” atau “unforgettable moment”, mereka nggak akan kebanyakan nanya.

7. Kalo udah selesai trip dan diajak kumpul sama teman-teman, pastikan memakai baju oleh-oleh kwalitet terbaik untuk pamcol โ€œGue abis liburan kesini looohโ€. Kamu nggak perlu ngomong langsung ke mereka soal liburan kamu, kaos kamu udah mengatakan segalanya.

8. Mix bahasa Inggris atau bahasa lokal negara yang baru dikunjungi saat ngobrol bersama teman-teman untuk pamcol kalo kamu abis dari tempat itu. Selip-selipkan beberapa kata asing seperti “Aww sawrry, aku abis traveling, jadi still terbawa-bawa talking in English” atau “Woww, You dapat darimana ma?” atau “Gila itu keren banget Khrub!!”

9. Sebagian besar traveler kekinian yang gagal move on–termasuk gue–biasanya bakalan repost foto trip sebelumnya dengan keterangan “kapan kesini lagi” atau “kangen pengen balik” dan sejumlah nostalgia nostalgia lainnya

10. Tiap ngobrol sama temen2 biasa selalu selipkan–sengaja nggak sengaja–kalimat “waktu gue di xxxx…” atau “kalo di xxxx sih…” atau “ih di xxxx juga gitu….”

11. Kalo lagi ngetrip di luar negeri, sempatkan update status “kangen baksoooooo” atau “pengen nasi padaaaaang” walau baru dua hari ninggalin tanah air. Biar selain terlihat cinta Nusantara bingits, kesannya jadi kayak udah ngetrip berapa bulan gituh

12. Kalo lagi ngetrip di dalam negeri, bikin statusnya harus pakai jargon-jargon inggris kayak “it’s soooo amaiizing!” Atau “awesome place!” Atau“beautiful scenery in…” biar meski local view tapi tetep statusnya international taste

13. Selalu menghargai segala hal yang sifatnya kekunoan. Tanpa ada hal yang kuno, Nggak akan ada hal yang kini kiki emoticon Appreciate something traditional, something ancient, something old fashion, So that you can value the present and deserve to be the genuine Traveler Kekinian

Bagaimana, sudah parahkah gejala anda?

8 Types of Dorm Mate You Might Meet

Dorm is like a mini melting pot where all travelers from different countries are gathered. They donโ€™t know each other before, but they might be a very close travel mate afterward or they might be forever strangers to each other. Itโ€™s kinda interesting for me when traveling to a country and staying at a dorm room. There are any kind of characters I can meet or greet. The more often I experience the dorm room thing, the more the attitude I have to try to understand. Yeah, the adventure is always started from the dorm room, whether you will have new travel mate to explore the city, or you will remain a  single fighter ๐Ÿ˜‰

IMG_3906

1. Mr/ Ms. Congeniality

They greet every people who gets in, they start an interesting conversation and make all solo traveler feels like “Thanks God I am not alone here!” They almost know all Hostel guests’ name and where they are from!

2. Mr/ Ms. Getting TOO MUCH Congeniality

Meeting a new friendly and interesting friend when traveling is indeed fascinating. But when they want to follow all your daily agenda, when they never stop talking, when they don’t understand that sometimes you need a “ME TIME” session yet they loyally stay beside you all the time, ok, Mr/ Ms. Congeniality, you’re getting too much!

3. The Invisible

All you see is only their backpack or suitcase near their bed. You never see them personally ever! In the early morning they are already gone and in the late night when you get back to the room, they have “disappeared” under the blanket. You never have a chance to say hi even until you or they check out the hostel.

4. Gadget Freak!

They prefer to make out with their cellphone or their notebook any time and any where. In the bedroom when waking up, in the living room when gathering with the other, even in the dining room when having breakfast. They don’t care about the rest. The only interaction they made to you is “hi, what’s up?” and then again going back to the monitor.

5. The Drunken Master

This kind of guests usually screw up in the very late night after partying with some friends. Smells like beer jugs, they giggled while opening the room door or staggered into the room, hit some furniture and then grumbled to themselves.

6. Snoring Guy!

Yeah, this is frustratingly annoying, hearing them snoring like a hoarse lullaby when you’re in the middle of your nap. Yet you have no other choice, unless you accept and enjoy it, or you move to the other room ๐Ÿ˜€

7. The “Two Become One”-er

This is so intolerated! Sneaking in the darkness, joining their couple’s single bed, making such irritating sounds like unnecessary bed screeching, skin colliding, flirtatious sighing. I mean, get your own private room!

8. The “I Need a Privacy but I Can’t Afford a My Own Private Room.”

They are much more like the gadget freak, but without any gadget. They are not really keen on interacting with the other. They enjoy their solitude. They prefer to sit alone in the corner of living room. They just nod or smile slightly, or the worst is, maybe they don’t think that you’re exactly there.

IMG_3909

Working while Traveling on Cruise Ship like Thofan

Working in travel industry is indeed like two sides of the same coins. On one side,  the opportunity to explore the “unseen before things” would be much bigger, since you don’t need to pay for anything and even you are paid for doing so. However on the other side, it doesn’t mean that you are freely able to spend the whole time you have.

Thofan has proven that working while traveling is somewhat challenging. Europe and some Asia countries are way too mainstream if you found out that he has visited several magnificent destinations like Antartica, Kenya, even Amazon river! He knows how to enjoy his life and fill his travel passion needs while working on cruise ship! And by the way, he has published his first book entitled Traveler@Sea which telling a lot about his first year working as cruise crew!

Without further ado, I present you, Thofan the Traveler@Sea

capture-20141019-212209

Working at Cruise ship is a blessed job for any traveler, so that you can travel anywhere for free, what do you think?

Indeed, it was, it is and it would always be! But nothing comes entirely for free. Frequently I had to fight against the time to enjoy each city visited. Running, rushing, facing the angry boss when getting late to work, being exhausted and even starving when working. Once, I gotta get hospitalized for being too tired. But, the bright sight was, being hospitalized was a great way of hibernating, escaping from all routine, lols.

Is there any difference between traveling as a cruise crew and traveling as a traveler?

Yup! absolutely different! As a backpacker, I do enjoy every single seconds and keep the comfy aside. Riding on the bus without getting rushed and manage the spending wisely. But as a “traveler@sea” or as a cruise crew who has less time to travel after “office hour”, I had to spend more for every safety, comfy and organized tour package tour I took in order to spend the limited time efficiently.

How do you manage your spare time when having off time and exploring the city?

Sleeping, exploring the city and for sure partying are three essensial activities while in the off time. Extra free lunch time given sometimes would be a longer break that I gonna use to explore the whole city. And when the ship is docking over night at a port, that would be a perfect time to party and enjoy the night, baby!

1910387_1125325412337_769179_n

Nouvelle Caledonia with some local kids

Have you met a flirtatious passenger? How to handle them?

I’d report it to the manager as a backup if the passenger tries to mess around. Some “naughty” guests love to seek for opportunity to complain any tiny thing in order to get more compliment as management apology. Besides, I always keep a distance off crew-passenger romance stuffs, although I also have to treat them affectionally.

Passengerโ€™s most stupid request ever during the cruising?

Request? Hmm.. more like an invitation, i suppose. Imagine, there was a flirty old man tangibly invited me to his cabin to have fun! What the #### (me: No kidding??!)

Your longest and most boring cruise ?

Grand voyage world cruise 2009 was the best moment ever. It was approximately  114 days almost with the same guests. Starting from San Diego, USA to Hawaii, then crossing to Australia, Asia (including some islands in Indonesia), Europe, Africa, and touched down in New York USA. It was fun, though. However, some long tedious moment when the ship was surrounded by the ocean for weeks and you got nothing to see but water was really torching. You got nothing to do, all the cycle happened was working and sleeping all day long, and of course serving the guests who were getting more demanding

What do you say about โ€œyour self in Cruise crew uniformโ€?

Awful! not sooo fashionable, really look like a peasant, lols…

395574_3220739356376_812664511_n

Antartica, yeahhh!!

The best city that must be visited more than one time?

Barcelona! It never failed me every times I went back!

In three words, what kind of traveler are you?

Fun, Free and Easy going.

11450_10201350612306296_412502523_n

Safari Park in Kenya

Must things to bring inside your backpack /suitcase?

Some important documents like passport and other supporting docs, payment tools (cash, credit card and ATM card), smartphone, and SARONG! ๐Ÿ˜€ (Me: Ah, sarong is also a must for me!)

Give me a name that youโ€™d like to travel with and why?

Someone i would call wife. Sheโ€™s the one i want to spend the rest of my life with and to share all the moments with…

Road trip or by plane?

Both!

32380_4765867423612_503922904_n

It’s Amazon cruise baby!

How about a crush when traveling?

Crush? Hahaha… Alot! But never fall in love.

Dorm or private room?

Both! As a solo traveler, dorm would be the first option, unless when I need some more privacy. And as a couple traveler, for sure the private room is somewhat undebatable,  hahahaha…

Mountains or beaches?

I am a son of a beach! :p i cant swim, though… So, i literally stay put on the beach, most of the time. ๐Ÿ˜€ (Me: viva beach boooy!!)

Which city that becomes your dream home to spend your entire life?

Alright, as a youth, I’d rather pick some countries where I can make money as much as possible, like Australia, Norway or Canada, which, I also think, they have gorgeous scenery. And when getting older and retired, I’m going back Indonesia, build a house near seashore in Bali… How perfect it would be!

Near future trip plan?

Some tickets to Ternate, Morotai, Raja Ampat and Biak are already in hand for next April. But I wish on February I could visit Nepal and Tibet although I haven’t had the ticket yet ๐Ÿ˜€

8 TYPES OF GUYS THAT GIRLS WOULD TRAVEL WITH

After reading previous post, ย “8 TYPES OF GIRLS THAT GUYS WOULD TRAVEL WITH”ย , it would be unfair if we don’t listen what the girls think about this issue.ย So far, I can see that both guys and girls share almost the same type of ideal travel mate. But since girls are from Venus, as John Gray said, they do add some more spices on her opinion, I can tell ๐Ÿ˜€

Now Gentlemen, this is your turn to listen carefully on what actually girls want from you guys before accepting your invitation to travel together.

CIMG2356

1. Open minded (72%)

He has to have a wide knowledge and extra curiosity about the tourism sites he’s going to visit–Farah

Girls hate the guys who act as if they know everything but in fact they pathetically don’t. Girls are going to lose respect from the guy who pretends to be able to read map but then leads them to nowhere. Girls will appreciate somebody who acknowledges his weaknesses and wants to learn new thing, somebody who could adapt to any culture shock and somebody who accepts differences and tolerance.

2. Humorous n funny (40%)

Well, guys, we don’t have to act like a fool as Mr.Bean or Jack Sparrow. Girls just need light jokes which would color her trip when boredom attacks.ย Some girls are not really into serious and tedious travel mates who always show their flat boring face. It’s their holiday, so make her day then!

3. Helpful and Caring (35%)

At least, guys should try to be somebody who knows what to do when the other needs favor. Girls hate selfishness and they want us to be more social-minded. A littleย help in need is a catchy and attractive action indeed ๐Ÿ™‚

4. Independent and full of responsibility (25%)

No matter how strong the girls are in the outside, they will just remain fragile girls in the inside. They will still seek for reliable guys they could count on. Hence, they want an independent guy who are capable of managing himself before later managing any circumstance when traveling.

5. Not a Mr. complaint (22%)

Some girls do admit that they themselves are already being such complicated creatures. Therefore, for them, ย guys doesn’t need to share the same “madness”. They hate when guys are acting so picky and started to complaint any tiny things–literally any! They feel screwed when we complain theย meals, the bunk bed, the weather, the tiredness, the journey etc.

6. Adventurous (20%)

Someone who is willing to try out new things and who is up for an adventure–Marriane

FYI, girls also think that adventurous is now term for “sexy”. Abs might sometimes turn them on. But dude, let me tell you something, the greatest aphrodisiac is not on the six pack thing.ย It’s all about the activity! What are more fascinating for numbers of girl than starring at a ย guy who is climbing the steep cliffs, trekking the mountain or riding the wave on surf board, regardless of his body type!

Andrea-climbs-Le-portatrici-di-sale-7b+-Champorcher

Photo taken from: http://www.moonclimbing.com/blog/wp-content/uploads/2012/09/Andrea-climbs-Le-portatrici-di-sale-7b+-Champorcher.jpg

7. Full of respect (15%)

Girls need some restricted space called respect, no matter how close you both are. They might want to be cuddled when getting exhausted, they might let your joke blows their mind when the trip is boring. But in the end they still want you to treat them respectfully as a dignified lady. You have to knows some DOs and DON’Ts which are applied if you still expect the second or third incoming trip.

8. Stay Alert on the Lookย (10%)

For us some guys, being a backpacker is all about messy look, so we don’t really care whether we haven’t taken shower or haven’t changed our clothes for weeks. But for some girls, appearance sometimes matters. Well, we don’t need to be super neat as in suit and tie. But at least, we don’t keep too much “disturbing fragrance” from our body for couple days.

Echi, Gorgeous Cabin Crew and Her FUNtastic Travel Experience

Meet my next guest, a fancy lady who used to work as cabin crew. She has traveled around the world during her working time. ย She knew how to enjoy her job and she knew how to value every single second to adore the world her way.

It’s a great opportunity for me to have her sharing her past experience enthusiastically. Through her stories, I could feel how fun her life really was!

And oh by the way, do you know, she resigned from her fabulous job in order to do her unfinished business, traveling around! Yeah, traveling freely as her self, enjoying the world without being bound by any responsibility. It’s just her and the world!!

capture-20140703-223252

Cabin crew is a blessed job for any traveler, so that you can travel anywhere for free, what do you think?

No, you’re wrong. You’re not traveling for free but you get PAID to travel. ๐Ÿ™‚ Remember it’s a job, therefore you fly to different destinations, most of the time to exotic place, cool places and a place you will never visit, and you get the paycheck at the end of the month and allowance to cover your meal and expenses during your stay in that city ๐Ÿ™‚

Yes it’s a blessing. On top of that it’s a perfect job for those who love meeting up with new people and born to work in hospitality industry. I never worked a day for 15 years, because I don’t find cabin crew as a job. I didn’t have to drag myself up to work .. Work as a cabin crew, visiting many places is like seeing a preview of a place, it’s a teaser. You knew you can’t have more than that, unless you travel to the place. ย I worked in international airline with total more than 100 different nationality to work with,ย  I felt like working with a walking encyclopedia. You’ll be working with average 5 – 8 different nationalities. You can get insight from them about pretty much thing without getting a biased thought/corrupted media way opinion ๐Ÿ™‚

Is there any difference between traveling as a cabin crew and traveling as a traveler?

Yes there’s huge difference. Or I should say totally different. Cabin crew = Job, you’re working, limitation in time, sometimes you only have 24 hours/max two to three days lay over in every city. Traveler it’s all about you, yourself and the road. You’re traveling, exploring with slightly more amount of time rather than 24 hours stop over. If you ask me have you been to England let say, yes. But have I traveled in England, nope. ย If you ask me how many times I’ve been to London? ย I could come up with three digit numbers over 100 times. But yet you get different feeling/essence when you travel/explore London for a week totally as holiday. (You get what I mean?) Remember you still have to work back to your home country, partly your job is only halfway …

DSC01421

How do you manage your spare time when having off time and exploring the city?

Power nap is essential to prolong our energy after a very long flight. Or usually we went out straight, we walk/shop/eat/drink until we drop and ready for the next day flight back. Also we always have this rule to check out the city if this is your first time flying there.

Sometimes, wherever it is. Usually I check on what event in a place I wanted to visit, I love watching concert. I watched a lot of concert in Europe or any other places. So I check a month before and I requested that flight to watch the concert. I watched Jamiroquai, Sting, The Police, Billy Joel and the coolest concert U2 in Munich in 2006 all I flew into the country during work and went straight to the venue. Or other event like Tennis, we watched Australian open or French open. I was on a long flight 14 hours without sleep and then 2 hours power nap and then straight to the stadium to queue for left over ticket and we managed to get 6 ticket to watch Nada vs Tsonga.

1909630_24530840292_5745_n

Have you met a flirtatious passenger? How to handle them?

Firm and polite … we shouldn’t take anything personal. Whatever it is, rude passenger, flirtatious passenger. Always treat them the same like any other passenger, the best way to show them that their horrid flirting just doesn’t work. ๐Ÿ™‚

Passenger most stupid request ever during the flight?

Can I have a ‘cock’ please? ๐Ÿ™‚ย  (Oh I would love to have too if I have it.. MOROOON!!)

The best and the worst airport in the world?

Singapore is still the best airport, so cozy, carpeted airport!! Love the atmosphere, love the smell, love the color, very shooting with the soft pink/peach ambience. They’re pioneer in airport lounge and facility before any other airport.

Worst airport : Lagos, Dhaka and Kathmandu (but I still love Kathmandu haha) Moscow during winter is hell … !!

Your longest and most boring flight ?

The longest flight ever 16 hours to Houston. But I could go through the flight without sleeping because back then I could bring my laptop and play around with laptop during my break in the cockpit, editing photo /making videos, reading/sending emails. Another boring flight was Perth, due to operational reason we flew with an aircraft without a bunker, So 11 hours without place to sleep, I always bring a book with me during long flight ( back then when we still allowed to bring books) I was already a Purser so I could do whatever I wanna do, long flight, night flight, light passenger, everybody sleep … we pretty much had like 9 hours nothing to do!!! So I finished a book (The curious Incident of the Dog in The Night Time, by Mark Haddon) in one leg ๐Ÿ™‚ haha … Every 20 minutes I go around and then back to my seat again continue the book.

What do you say about “your self in cabin crew uniform”?

An asset to my company …

The best city that must be visited more than one time?

I love Vienna, Munich, Christchurch any Japanese city, Seoul, London…

In three words, what kind of traveler are you?

Free spirit and soul ย traveler . Well that’s what my friends told me and the people who met me.

DSC04427

Must things to bring inside your backpack /suitcase?

Books, headlamp, water purifier together with nalgene bottle (to reduce plastic use), Camera of course, another book and plastic bag for my own trash.

Give me a name that you’d like to travel with and why?

Steve McCurry, he’s my favorite photographer, a legend, he’s more than just a photographer. ( He traveled to places I’ve been and the places I wanted to visit) I want to travel with him and see the way he travels and capture all the essence of the traveling itself through his lens. To listen to his passion and love for Afghanistan.

Also I would like to meet Ed Viestur perhaps the most influenced, famous, humble mountaineer in my era. I would like to climb a mountain with him and again, to see the way he sees the world through his love to a nature, his selfish less, his wisdom and he’s ability to overcome his own ego and always remember we will never win against the nature.

Road trip or by plane?

Road trip baby … if I have the time of course. ๐Ÿ™‚

How about a crush when traveling?

I flirt a lot during traveling, err… when I was single for sure. It’s a very strong attraction, especially in the mountains. The people who loves mountain are more warm, more open to new people, more handsome too hahaha… I met my husband during traveling. It’sย  the most blessed crush I’ve ever had and worth to fight for to become more than just a crush.

1148787_10152358155702164_990193551_n

Yup, it’s Echi and her forever travel mate

Dorm or private room?

Dorm and private … dorm when I’m traveling alone, private when I was with my crush aka husband … good for err you know ๐Ÿ™‚ but later in the future, we might want stay at dorm just to experience what we’ve experienced before. What makes the traveling interesting.

Mountains or beaches?

Mountains!!!!!

326065_10150865158730293_898611340_o

Which city that becomes your dream home to spend your entire life?

I would love to live in a hill/high place overlooking a cliff in the open sea … for now Switzerland is a dream place to live, and I’m on my way there to be home, home is where I’ll be in my husband’s arm and mountains ๐Ÿ™‚

Near future trip plan?

Near future plan not yet written, but we share the same dream to go to Antartica …. it would cost us a serious amount of money saving haha. So for now we’re looking into Iceland … and Indonesia next year. I’ve never been to Indonesia, but I’ve been waiting to explore my own country with the right person, aka my husband. We’re planning to take 3 months holiday here.